ANALISA
RUU ITE DAN UU NO.19 TENTANG HAK CIPTA
1.
Pengertian RUU Tentang Informmasi dan Transaksi
Elektronik (ITE)
Undang-Undang adalah
ketentuan/ketetapan yang dibuat bagi orang-orang yang telah melanggar hukum.
RUU ITE ini dibuat dan diperuntukkan kepada para pelaku kejahatan yang memiliki
hubungan dengan penyalahgunaan teknologi informasi atau yang lebih dikenal
dengan cyber crime. Dengan semakin majunya dunia ITE, semakin banyak pula
kejahatan yang berhubungan dengan ITE yang sangat-sangat meresahkan. Maka dari
itu pemerintah mengeluarkan RUU ITE ini untuk mengantisipasinya.
Secara
umum, isi dari materi UUITE ini dibagi dua bagian besar, yaitu pengaturan
mengenai informasi dan transaksi elektronik, dan pengaturan mengenai perbuatan
yang dilarang. UU ini mengatur berbagai
perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan media internet, baik itu
berupa transaksi maupun pemanfaatan informasi. UU ini juga mengatur berbagai
ancaman hukuman bagi siapa saja pelaku kejahatan melalui internet. UUITE
memberikan ketenangan/kenyamanan bagi para pelaku bisnis yang menggunakan
internet sebagai medianya, juga termasuk para masyarakat umum untuk mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagai bukti yang sah di pengadilan
Sejarahnya Penyusunan materi UUITE disusun oleh dua institusi
pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi
dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Proses penyusunannya, Tim Unpad yang bekerjasama dengan para pakar di ITB
membuat naskah akademisnya dengan nama RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU
PTI). Dan tim UI dengan naskah akademisnya dengan nama RUU Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik. Kedua naskah pada akhirnya digabung
dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas
nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Beberapa materi yang diatur UUITE
bagi para pelaku bisnis, antara lain:
1. pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5
& Pasal 6 UU ITE);
2. tanda
tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan
sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU
ITE);
4. penyelenggaraan
sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Beberapa materi untuk cybercrimes
yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
1. konten ilegal,
yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran
nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
2. akses ilegal
(Pasal 30);
3. intersepsi
ilegal (Pasal 31);
4. gangguan
terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
5. gangguan
terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
6. penyalahgunaan
alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).
2. Analisis
RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
RUU Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
UU No. 19
Tentang Hak Cipta
Maksud dan tujuan isi UU No. 19
tahun 2002
Dalam undang-undang ini dimaksudkan
bahwa pencipta disini adalah seseorang atau beberapa orang yang melahirkan
suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan imajinasi, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Sedangkan Ciptaan
disini artinya adalah hasil setiap karya yang dihasilkan berdasarkan
kemampuan-kemampuan tersebut. Ciptaan disini dapat dilakukan penyebaran
menggunakan alat apa pun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara
apa pun, sehingga ciptaan tersebut dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh
orang lain. Hak cipta selain diberikan kepada si pemilik hak cipta dapat pula
pihak lain mendapatkan hak tersebut dengan diberikannya hak tersebut dari
Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut.
Untuk mendapatkan hak cipta, pencipta
dapat melakukan permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan kepada Direktorat
Jenderal. Setelah mendapatkan hak cipta tersebut, pencipta dapat menggunakan
Lisensi, yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak lain
untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptannya dengan persyaratan tertentu.
Contoh Kasus :
PT. MusikIndonesia menerbitkan
sebuah lagu yang beraliran melayu. Lagu ini dijual secara luas di masyarakat. 1
bulan kemudian PT. Melayuku juga menerbitkan sebuah lagu yang serupa yang isi
lagu itu sama dengan yang dimiliki oleh PT. MusikIndonesia. Tetapi aliran
lagunya tidak sama, PT. Melayuku memakai aliran lagu Jazz dan susunan kata yang
sedikit dirubah. Sementara itu terbitan lagu PT. MusikIndonesia tidak ada, PT.
MusikIndonesia tidak mendaftarkan ciptaannya. PT MusikIndonesia berkeinginan
untuk menggugat PT. Melayuku dengan alasan melanggar hak cipta.
Hasil Analisis : menurut saya kasus
diatas bisa dibilang pelanggaran hak cipta karena PT. Melayuku dengan saja
menjiplak lagu yang telah diterbitkan oleh PT. MusikIndonesia, walaupun dari
segi aliran musik dan liriknya diubah tetapi konsep mereka secara kesuluruhan
masih bisa dibilang sama yang merupakan arti dari lagu tersebut.
REFERNSI: